Berawal
dari kegemarannya pada dunia desain grafis, Johanes Djauhari kini merakit mesin
pencetak (printer) 3D. Dengan memanfaatkan teknologi open source, printer 3D
yang dirakit Johanes dapat mencetak dokumen digital (desain 3d) menjadi benda
tiga dimensi.
Johanes
bekerja sebagai desainer produk. Beberapa klien yang hendak membuat produk
kadang tak puas jika hanya melihat desain tersebut dalam bentuk dokumen
digital. Mereka ingin bentuk fisik meski berukuran kecil.
Johanes
juga menyukai mainan (toys). Banyak rekannya yang mendesain karakter mainan dan
ingin merealisasikan idenya menjadi bentuk nyata. Beberapa dari mereka memakai
jasa Johanes untuk mencetaknya 3D.
3D
printing merupakan proses cetak berlapis untuk membentuk benda padat dengan
perspektif 3D yang dapat dipegang dan memiliki volume. Materi yang digunakan
adalah plastik, bisa jenis acrylonitrile butadiene styrene (ABS) maupun
polylactic acid (PLA). "Kalau saya suka pakai PLA. Dia terbuat dari biji
jagung dan bisa terurai. Kalau ABS adalah materi yang dipakai mainan lego, yang
terbilang lama terurainya," ujar Johanes. Proses pencetakan memang
terbilang lama. Butuh waktu dua jam untuk mencetak benda 3D dengan dimensi
tinggi 10 cm, panjang 5cm, dan lebar 5 cm.
Sebenarnya,
proses cetak itu bisa dipercepat. Namun, ada beberapa konsekuensi yang harus
diterima, di mana bagian dalam obyek menjadi tidak padat alias kopong.
Benda yang
dicetak dari printer 3D sejauh ini hanya bisa dihasilkan dalam satu warna.
"Jika ingin berwarna, kita harus memberi cat secara manual. Materi
plastiknya tidak akan rusak jika kena cat," klaim Johanes.
Karakter
Minion dalam film animasi Despicable Me dicetak dengan warna kuning dan
dibubuhi cat agar karakter tersebut mirip seperti aslinya.
Keseriusan
Johanes merakit printer 3D dimulai pada 2011. Ia mendirikan Bikin Bikin 3D
Print dan aktif ikut pameran untuk memperkenalkan teknologi ini. Kala itu,
desain luar printer buatannya masih berupa kerangka. Setelah melewati beberapa
kali pengembangan, kini printer 3D-nya semakin akurat dan didesain menggunakan
casing. "Akurasinya sampai 0,2 mm," tutur Johanes.
Akurasi
itu dibuktikan dengan mencetak replika arca yang penuh detail dan lekukan.
Johanes terlebih dahulu memindai seluruh bagian arca asli yang tersimpan di
Museum Nasional. Setelah mendapat file pindainya, mulailah Johanes mendesain 3D
lalu mencetak dengan printer buatannya sendiri.
Hasil
cetak 3D replika arca yang tersimpan di Museum Nasional
Dalam
mengembangkan printer 3D, Johanes memanfaatkan teknologi open source untuk
driver dan software. Ia ikut dalam forum internet yang khusus membahas
teknologi printer 3D.
Untuk
mendesain bentuk 3D, Johanes menggunakan software Pronter Face dan Repetier.
Komputer yang dipakainya terhubung ke motherboard printer melalui kabel USB.
Motherboard inilah yang memerintahkan gerakan koordinat X, Y, dan Z,
menerjemahkan dokumen digital menjadi obyek nyata 3D.
Apapun kebutuhan cetak
anda, kami bisa bantu! kami buka 24 JAM, ASLI ! Segera hubungi kami atau
langsung datang ke workshop di Jl. Pandegiling 388, Surabaya
Hunting : 031 - 547 2338 | website : www.cahayagrafika.com
Hunting : 031 - 547 2338 | website : www.cahayagrafika.com
No comments:
Post a Comment